Dunia perfilman merupakan bagian dari Show Business yang berorientasi pada jumlah penonton dan keuntungan materi. Meskipun tidak semua film dibuat dengan tujuan meraup keuntungan sebanyak – banyaknya dan mencetak Box Office di seluruh dunia, tetapi rumah – rumah produksi dan perusahaan distributor besar memiliki tendensi ke arah itu karena modal yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Selera pasar adalah faktor utama yang menentukan keuntungan yang akan didapat, produser biasanya peka akan hal itu. Selera pasar dapat berubah – ubah dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan trend dan fenomena yang menjadi euphoria di masyarakat.
Salah satu format film yang sedang digandrungi belakangan ini adalah Found Footage. Mungkin anda bertanya – tanya, “Apa sih Found Footage itu?” Found Footage adalah teknik pembuatan film fiksi yang dikemas seperti film dokumenter dan bertutur seperti kisah nyata. Format film ini biasanya dipakai dalam genre horor dan memiliki ciri pengambilan gambar secara hand-held dengan sudut pengambilan gambar subjektif, seperti teknik pengambilan gambar pada film dokumenter, tayangan reality show, liputan berita, dan behind the scene. Found Footage biasanya dihadirkan dalam bentuk potongan – potongan gambar yang ditinggalkan oleh tokoh yang menjadi subjek filmnya, dan penamaan tokoh – tokohnya sesuai dengan nama asli orang – orang yang terlibat di dalamnya.
Dari penjabaran di paragraf sebelumnya, pasti anda sudah memiliki gambaran film apa saja yang menggunakan format Found Footage, dan mungkin sudah mempunyai film – film favorit dari format tersebut. Found Footage dipelopori oleh Cannibal Holocaust yang dirilis pada tahun 1980, selanjutnya meskipun tidak banyak ada beberapa film dengan format Found Footage diantaranya Man Bites Dog (1992), The Last Broadcast (1998) sampai kehadiran film berbudget rendah, The Blair Witch Project, yang fenomenal di tahun 1999. Dengan budget $22,000, The Blair Witch Project mampu meraup keuntungan sebesar $248,639,099 dari peredaran di seluruh dunia, sangat luar biasa bukan?
Kesuksesan The Blair Witch Project di penghujung 90-an menjadi tolak ukur menjamurnya berbagai film yang menggunakan format Found Footage. Tahun 2007 bisa dikatakan sebagai puncaknya sebab banyak film dirilis dengan format Found Footage diantaranya REC produksi Spanyol, Head Case, Diary of the Dead, dan yang kelak dirilis ulang dan meraup keuntungan besar yakni Paranormal Activity. Sejak film REC dan Paranormal Activity menjadi fenomena di masyarakat, hingga 2010 semakin banyak film yang mengadopsi format Found Footage, sebut saja Cloverfield (2008), Quarantine (remake dari REC) (2008), REC 2 (2009), Paranormal Entity (2009), The Last Exorcism (2010), Paranormal Activity 2, dan sejumlah sekuel REC yang segera rilis di tahun – tahun mendatang.
Format Found Footage yang sukses di ranah perfilman Hollywood dan Eropa nampaknya menginspirasi sineas – sineas dari belahan dunia lainnya. Dari perfilman Australia muncul nama Lake Mungo (2008) dan sempat diputar di After Dark Horrorfest di Amerika Serikat, Januari 2010 lalu. Lake Mungo kabarnya akan di-remake di Hollywood dan dirilis tahun ini. Dari Asia ada beberapa judul film berformat Found Footage, Jepang mempunyai Noroi (The Cursed) karya Koji Shiraishi yang dirilis tahun 2005, Indonesia memiliki Keramat (Sacred) yang rilis tahun 2009 disutradarai oleh Monty Tiwa, dan baru – baru ini ada film produksi Singapura yaitu Haunted Changi. Kesuksesan film – film Found Footage tersebut tidak menutup kemungkinan bermunculannya film – film dengan format yang sama dari negara – negara lain di masa yang akan datang.
Dari sekian banyak film dengan format Found Footage, saya paling menyukai Keramat dan REC. REC menceritakan tentang reporter dan kamerawan yang sedang meliput tim pemadam kebakaran di sebuah apartemen di Spanyol. Mereka harus rela diisolasi di dalamnya karena ternyata ada sebuah virus berbahaya yang menjangkit warga apartemen tersebut. Bagi saya REC cukup mencekam karena membayangkan saya berada di posisi sang reporter, terperangkap di tempat yang menakutkan. Selanjutnya Keramat yang bercerita tentang sejumlah kru film yang sedang melakukan survey lokasi di Yogyakarta dan terjebak dalam kisah mistis disana. Karena Keramat adalah produksi negeri sendiri, ketakutan yang ditawarkannya begitu mengena dan membuat merinding, apalagi adegan – adegan penampakan dan kesurupan yang sangat Indonesia sekali.
Seperti dikemukakan di awal, selera pasar dapat berubah – ubah dalam jangka waktu tertentu, jadi film – film berformat Found Footage bisa saja tidak disukai lagi atau sebaliknya, semakin pesat perkembangannya di masa mendatang. Kita lihat saja nanti kelanjutan trend Found Footage di dunia perfilman yang kita cintai ini. Yang penting kita harus mendukung kemajuan dalam dunia perfilman dan tentunya mendukung karya – karya yang berkualitas.
0 komentar:
Posting Komentar